السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على
رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,
Masih amat
membekas di benak kita kisah tentang keteladanan seorang penggembala kambing di
zaman Khalifah Umar ra. Inilah sosok pemuda yang akan terus menjadi ‘icon’ dakwah sepanjang masa. Betapa
tidak, di tengah himpitan dan kerasnya pergulatan hidup ini tidak sekeping pun
dari keimanannya, keyakinannya digadai, ditukar atau bahkan dijual demi
mendapatkan kenikmatan hidup yang sesaat ini.
Yang menarik
dari kisah ini adalah kata kunci yang menjadi eye catching dari keseluruhan kisah ini yaitu “fa aina Allah?”.
Kalimat sederhana itu mengalir dari lidah tegar penuh optimis seorang mukmin
sejati. Kalimat “fa aina Allah”’ itu
tidak dialamatkan untuk mencuri perhatian Khalifah Umar RA atau sengaja
ditujukan untuk mencari muka –carmuk—seperti
yang sering dipertontonkan kebanyakan masyarakat di negeri ini saat kunjungan
para pejabat ke mereka. Dia tidak lahir begitu saja, akan tetapi kalimat
spektakuler ini dilafalkan dari sanubari hati yang paling dalam karena mahabbah
kepada Allah SWT.
Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,
Demikianlah
sikap kita dalam menjalani kehidupan dakwah ini. Sepanjang kultur “fa aina
Allah” telah meresap dalam-dalam pada diri kita, inilah modal awal kita
membangun optimisme dakwah. Bayangkan, seorang penggembala kambing yang hidup
di tengah gurun, jauh dari pantauan siapa pun, tidak tersentuh teknologi tinggi
–350 tahun lalu—mampu merekonstruksi ma’iyatullah begitu indah.
Sudah barang
tentu tidak sulit bagi kita merekonstruksi dan menghayati nilai-nilai ma’iyatullah
di era teknologi informasi sekarang ini. Allah SWT sudah pasti dan selalu menyertai hamba-hamba-Nya yang
beramal, bergerak, berjuang, dan berjihad demi kemuliaan Islam dan kaum
muslimin. Keyakinan ini sudah selayaknya menghujam pada diri kita, “Intanshurullah yanshurkum wa yutsabbit
aqdamakum.” (Q.S. 47/Muhammad: 10); “Alladziina
jaahadu fiina lanahdiyannahum subuulana wa innalaaha la ma’al muhsinin
.”(Q.S. 29/Al-Ankabut: 29).
Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,
Ma’iyatullah
harus diartikan bahwa perjuangan menegakkan dien yang hak melalui jalan dakwah
dengan ahdaf dan qararat di dalamnya
pasti didukung, ditolong, dan dibela Allah SWT beserta bala tentaranya. Inilah
fondasi dalam merangkai optimisme untuk memetik kemenangan demi kemenangan di
jalan dakwah ilallah. Tidak boleh sedikit pun terbesit keputusasaan,
pesimistis dan kehilangan harapan di dalam diri kita. Bahkan, sifat seperti ini
dilarang Allah, “...walaa tahinuu
fibthigho’il qoum…(Q.S. 4/An-Nisaa’: 104). Ma’iyatullah selalu
berbuah ta’yidullah. Artinya, dukungan dan pertolongan berupa apa saja
pasti Allah berikan kepada pembela, penolong, dan penegak dienullah ini.
Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,
Tidak boleh
ada keraguan bagi kita. Dakwah ini, cepat atau lambat, Allah SWT akan
perlihatkan kemenangan itu dengan kita saksikan sendiri atau kita sudah
bersaksi di hadapan Allah. Kesertaan dan penyertaan Allah dalam kehidupan ini
mesti tercermin dalam setiap gerak-gerik kita.
Untuk itu
perlu muhafazhah atau penjagaan ma’iyatullah ini agar tetap
berada di sekitar kita. Isyarat-isyarat kemenangan banyak Allah SWT paparkan di
dalam Al-Qur’an al-karim, salah satunya adalah dalam surat Al-Anfaal: 45-47.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا
اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿٤٥﴾ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ
وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿٤٦﴾ وَلَا
تَكُونُوا كَالَّذِينَ خَرَجُوا مِن دِيَارِهِم بَطَرًا وَرِئَاءَ النَّاسِ
وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا
يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ ﴿٤٧﴾
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah
(nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan
janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan
rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari
jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan
ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan,
"Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari
ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu." Maka tatkala kedua
pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), setan itu balik ke
belakang seraya berkata, "Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu;
sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat;
sesungguhnya saya takut kepada Allah." Dan Allah sangat keras siksa-Nya.
Inilah dhawabith
yang akan senantiasa menjaga mai’yatullah kita.
1. Bersikap tsabat
Kehadiran,
keterlibatan, dan keterikatan kita dalam dakwah ini adalah pilihan sekaligus iradah
Allah. Artinya, kita secara sadar dan penuh kesadaran telah memilih jalan ini,
untuk kemudian tekad suci ini bertemu dengan kemauan dan kehendak Allah.
Jadilah dia sebuah ketegaran, keteguhan, tsabat yang tidak mudah
diguncang oleh kekuatan sebesar apapun kecuali oleh sang Pemilik kekuatan itu
sendiri. Inilah jamaah dakwah yang kita telah beriltizam di dalamnya. Kita
patuhi amarannya, baik dalam susah ataupun senang, baik dalam keadaan lapang
atau pun sempit. Bergerak, berputar bersama jamaah ini kemana pun dia bergerak
menuju ridha Allah SWT dengan pencapaian ahdaf sebesar-besarnya hingga
tegaknya khilafatullah fil ardh.
2. Banyak-banyak dzikrullah
Sikap tsabat
mengantarkan seseorang untuk senantiasa dzikrullah, mengingat
perintah-Nya, mengingat larangan-Nya, membesarkan asma-Nya, menyucikan dzat-Nya
dan memuji kebesaran-Nya. Kesibukan dzikrullah akan mengantarkan kita
pada ma’unah Allah SWT. Bahkan, akan menenteramkan jiwa kita sebagai
modal dalam menghadapi tantangan, rintangan, dan halangan di jalan dakwah, “...ala bidzkrillahi tathma’innal quluub…. Dzikrullah
akan membawa pelakunya menjadi a’dho yang qonaah atas setiap
keputusan dan kebijakan jamaah karena dia akan selalu husnudz-zhan dan
berpikir positif. Sikap ini tentunya dilanjutkan dengan kreasi-kreasi dalam
menjalankan amr jama’ah.
3. Taat kepada Allah SWT dan
kepada Rasul SAW.
Faktor
kemenangan dakwah ditandai dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ma’rakah
Badr menjadi monumen kemenangan tentara kebenaran dalam ketaatannya kepada
Allah dan Rasul. Sebaliknya, di perang Uhud inflasi ketaatan telah berakibat
kekalahan. Oleh karena itu, jangan pernah kita menganggap remeh, mudah, bahkan
meninggalkan ketaatan itu.
4. Tidak Berbantah-bantahan
(adamut tanaju)
Prinsipnya,
berbeda pendapat adalah biasa. Tapi, menjadi tidak biasa ketika perbedaan
pendapat tersebut teraktualisasi menjadi friksi-friksi atau benturan-benturan
kepentingan yang tidak lillah yang pada gilirannya akan berakhir dengan
terbentuknya faksi-faksi, atau kelompok, atau golongan.
Itulah yang
tengah terjadi dalam masyarakat negeri ini. Untuk itu, soliditas struktural dan
personal menjadi hal mutlak dalam menjalankan dakwah. Bagaimana mungkin
terbentuk wihdatul ummah sementara tidak terjadi wihdatul shufuf
di kalangan pejuang Islam sendiri. Alhamdulillah, jama’ah kita diberkahi Allah
SWT dengan orang-orang yang sadar akan hal tersebut sehingga matanatut tanzhimiyah terjadi di jamaah
kita ini.
5. Bersabar
Allah
SWT menyuruh kita agar bersabar dalam segala hal, termasuk dalam dakwah. Akan
tetapi, yang jauh lebih penting agar kita tetap sabar dalam menghadapi musibah
kehidupan seperti kematian orang yang kita cintai, jatuh ke lembah papa
setelah mengalami hidup layak, atau perasaan takut bahwa hal tersebut akan
menimpa kita.
Ini
diterangkan oleh Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 155,
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ
الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ
الصَّابِرِينَ
"Dan sungguh Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar."
Kabar
gembira buat orang yang bersabar,
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ
قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
"Orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'uun.
(Sesungguhnya kami berasal dari Allah dan kepada-Nya kami akan
kembali.)" (Q.S. 2/Al-Baqarah: 156).
Adapun
balasan bagi orang yang sabar adalah keberkahan, kesempurnaan, rahmat dan
petunjuk dari Allah.
قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا فِي هَـٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ
اللَّهِ وَاسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ
حِسَابٍ
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabar sajalah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (Q.S.
Az-Zumar: 10).
Allah
SWT akan mencukupkan pahala bagi orang yang sabar itu tanpa
batas. Kemenangan Rasulullah SAW dalam perjuangan menegakkan Islam adalah
buah dari kesabaran.
6. Tidak takabur (‘adamul
bathr)
Alhamdulillah,
patut kita syukuri bahwa jamaah dakwah kita yang telah menjadi institusi formal
bernama Partai Keadilan (PK) Sejahtera banyak mendapat sambutan hangat yang
luar biasa dari masyarakat. Tidak ketinggalan segudang julukan terhormat
disematkan pada partai kita.
Namun,
sambutan, julukan, dan gelar tersebut sudah barang tentu tidak sampai
menyebabkan kita menjadi besar kepala. Ingat, kekalahan kaum muslimin di perang
Hunain justru di saat kaum muslimin berperang dalam jumlah pasukan yang besar.
وَلَوْ
أَرَادُوا الْخُرُوجَ لَأَعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَـٰكِن كَرِهَ اللَّهُ
انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ
Dan jika
mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan
itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan
keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka, "Tinggallah kamu bersama
orang-orang yang tinggal itu." (Q.S. 9/At-Taubah: 46)
Penyebab
kekalahan tersebut dikarenakan sifat ujub berlebihan. Yang terpenting
bagi kita adalah menggiring sambutan, julukan dan gelar masyarakat tadi menjadi
benar-benar memenangkan partai ini pada pemilu mendatang.
7. Ikhlas (‘adamu riya’)
Ikhlas, titik.
Itu mungkin kata kunci yang akan menyelamatkan amal kita di akhirat kelak.
Inilah sifat yang amat dikhawatiri para sahabat Rasul SAW. Termasuk
kekhawatiran Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang hal ini, sehingga beliau senantiasa
berdoa dan berlindung dari sifat riya’ ini, “Allahumma inna naudzu bika min annusyrika bika syai’an na’lamuh wa
nastaghfiruka lima laa na’lamuh.”
Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah,
Demikianlah,
sejatinya mai’yatullah itu akan menumbuhsuburkan optimisme dalam diri
kita dalam menyongsong kemenangan dakwah. Terlebih, ketika ma’iyatullah
itu dibingkai dalam akhlak harakiyah yang tercermin dalam Surat Al-Anfal
di atas. Akhirul kalam billahi taufiqi wal hidayah. In uriidu illal ishlahi mastatho’tum.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة
الله وبركاته