السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على
رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Setiap kewajiban yang telah dibebankan Islam
kepada umatnya senantiasa memuat hikmah dan maslahat bagi mereka. Islam
menginginkan terbentuknya akhlak Islami dalam diri Muslim ketika ia
mengimplementasikan setiap ibadah yang telah digariskan oleh Allah SWT dalam
Kitab dan Sunnah rasul-Nya.
Pada akhirnya nilai-nilai keagungan Islam
senantiasa mewarnai ruang kehidupan Muslim. Tidak hanya terbatas pada ruang
kepribadian individu Muslim, namun nilai-nilai itu dapat ditemukan pula dalam
ruang kehidupan keluarga dan komunitas masyarakat Muslim. Kita bisa merenungkan
kembali ayat-ayat Allah yang berkaitan dengan hal ini, sebagaimana salah satu firman-Nya,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(Q.S. Al-Baqarah: 183).
Melalui ibadah
puasa, Allah SWT menginginkan terbentuknya pribadi-pribadi Muslim yang
bertakwa. Pribadi yang tidak pernah mengenal slogan hidup kecuali slogan yang
agung ini: sami’naa wa atha’na. Pribadi yang senantiasa melaksanakan
segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya dalam situasi dan kondisi
apapun.
Oleh karenanya,
Nabiyullah agung Muhammad SAW telah bersabda:
“Takutlah kamu kepada Allah di
manapun kamu berada, ikuti keburukan dosa dengan kebaikan niscaya ia akan
menghapuskannya dan gauli manusia dengan akhlak yang baik.”
Dalam sabda
beliau yang lain:
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa faridlah
(kewajiban) maka jangan sekali-kali kamu menyia-nyiakannya, Dia telah
menetapkan batasan-batasan maka jangan sekali-kali kamu melampui batas, Dia
telah mengharamkan banyak hal maka jangan sekali-kali melanggarnya….”
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ
صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya : “Ambillah
zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S.At-Taubah:
103).
Dengan ibadah zakat, Islam mengharapkan tumbuh subur sifat-sifat kebaikan
dalam jiwa seorang Muslim dan mampu memberangus kekikiran dan cinta yang
berlebihan kepada harta benda. Begitu juga ibadah shalat yakni ibadah yang jika
seorang hamba melaksanakan dengan memelihara syarat-syarat, rukun-rukun,
wajibat, adab-adab, dan kekhusyu`an di dalamnya, niscaya ibadah ini akan
menjauhkannya dari perbuatan keji dan kemunkaran. Sebaliknya, ibadah ini akan
mendekatkan seorang hamba yang melaksanakannya dengan sebenarnya kepada Sang
Khalik dan mendekatkannya kepada kebaikan-kebaikan serta cahaya hidup.
Perhatikan ayat
berikut ini,
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ
الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ
الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ
اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih
besar (keutamaannya dari
ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(Q.S.Al-Ankabuut: 45).
Muslim yang selalu menunaikan ibadah ini akan selalu aktif dalam
kegiatan-kegiatan kebaikan dan mampu menjadi cahaya di tengah-tengah
masyarakatnya. Muslim yang memiliki hamasah yang menggelora dalam
memperjuangkan kebenaran dan memberangus nilai-nilai kemunkaran, kelaliman, dan
perbuatan keji lainnya. Hatinya terasa tersayat di saat menyaksikan pornografi
dan porno aksi mewabah di tengah-tengah masyarakatnya. Jiwanya akan terus
gelisah ketika melihat kelaliman yang dipermainkan para budak kekuasaan.
Memang, ia harus
menjadi cahaya yang berjalan di tengah-tengah kegelapan zaman ini. Allah
berfirman :
أَوَمَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ
وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فِي
الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ
زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya : “Dan
apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan
kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada
dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?
Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka
kerjakan.” (Q.S. Al-An’am: 122)
Ikhwan dan akhwat fillah
Ibadah shalat
adalah awal kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada umat ini pada peristiwa
Isra dan Mi’raj. Ibadah yang merupakan simbol dan tiang agama, “Pokok urusan
adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah jihad di jalan
Allah.” (HR Muslim). Ibadah yang dijadikan Allah sebagai barometer hisab
amal hamba-hamba-Nya di akhirat, “Awal hisab seorang hamba pada hari kiamat
adalah shalat. Apabila shalatnya baik maka seluruh amalnya baik, dan apabila
buruk maka seluruh amalnya buruk.” (HR At-Thabrani).
Ibadah shalat
merupakan wasiat Nabi yang terakhir kepada umat ini dan yang paling terakhir
dari urwatul islam (ikatan Islam)
yang akan dihapus oleh Allah SWT. Selain ini, shalat juga penyejuk mata,
waktu rehatnya sang jiwa, saat kebahagiaan hati, kedamaian jiwa dan merupakan
media komunikasi antara hamba dan Rabbnya.
Ibadah yang memiliki
kedudukan atau manzilah yang agung ini tidak akan hadir maknanya dalam
kehidupan kita, tatkala kita lalai menjaga arkan, wajibat dan
sunah yang inheren dengan ibadah ini.
Tatkala kita
tidak mampu menghadirkan hati, merajut benang kekhusukan dan keikhlasan dalam
melaksanakan ibadah ini maka kita tidak akan mampu menangkap untaian makna yang
terkandung di dalamnya. Kita tidak akan mampu memahami sinyal-sinyal rahasia
yang ada di balik ibadah ini.
Tidakkah banyak
di antara manusia Muslim yang ahli ibadah namun masih jauh dari nilai-nilai
Islam. Ahli shalat namun masih suka melakukan kemaksiatan. Hal ini disebabkan
nilai-nilai agung yang terkandung dalam ibadah sama sekali tidak mampu
memberikan pesan-pesan ilahiah di luar shalat. Takbir yang dikumandangkan di
saat beribadah tidak mampu melahirkan keagungan di luar shalat. Do’a iftitah “Inna
shalaatii wa nusukii….” yang dilafazkan dalam shalat tidak mampu
mengingatkan tujuan hidupnya. Ibadah ini seolah-olah hanya menjadi
gerakan-gerakan ritual yang maknanya tidak pernah membumi dalam kehidupan orang
yang melaksanakannya.
Oleh karena itu,
ibadah shalat yang mampu melahirkan hikmah pencegahan dari perbuatan keji dan
kemungkaran, hikmah pensucian jiwa dan ketentraman, apabila dilakukan dengan
penuh kekhusyukan, mentadabburkan gerakan dan ucapan yang terkandung di
dalamnya, penuh ketenangan dan dengan tafakkur yang sesungguhnya. Maka ia akan
keluar dari ibadah dengan merasakan kenikmatannya, terkontaminasi dengan
nilai-nilai keta’atan dan mendapatkan cahaya ma’rifatullah.
Rasulullah SAW
bersabda:
“Tidak seorangpun yang melaksanakan shalat maktubah (fardlu), lalu
ia memperbaiki wudlunya, khusyuk dan rukuknya kecuali shalat ini akan menjadi
pelebur dosa-dosa sebelumnya selama tidak melakukan dosa besar. Dan ini berlaku
sepanjang tahun.” (H.R. Muslim)
Inilah yang pernah dilakukan oleh salaf shalih termasuk di
dalamnya Ibnu Zubair RA. Mereka laksana tiang yang berdiri tegak karena
kekhusyukannya. Mereka terbius dengan kerinduannya akan Rabbnya dan mereka
asyik berkomunikasi dengan Sang Khalik tanpa terganggu dengan suara
makhluk-Nya.
Ikhwan dan akhwat fillah
Ada beberapa hal
yang perlu kita perhatikan di saat melaksanakan ibadah shalat agar hikmah di
dalamnya selalu terjaga.
Pertama, menjaga arkan, wajibat dan
sunah. Rasulullah SAW bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku
shalat.”
Kedua, ikhlas, khusyuk dan menghadirkan hati.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ
دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya : “Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Q.S.Al-Bayyinah:
5).
Ketiga, memahami dan mentadabburi ayat, do’a dan
makna shalat.
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ
هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ﴿٥﴾
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.” (Q.S. /Al-Maa’uun: :4-5).
Keempat,
mengagungkan Allah SWT dan merasakan haibatullah. Rasulullah SAW
bersabda:
“…Kamu mengabdi kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya dan
apabila kamu tidak melihat-Nya, maka (yakinlah) bahwasanya Allah melihat kamu…”
(H.R. Muslim).
Semoga kita semua
mampu merenungkan kembali arti shalat dalam kehidupan dakwah dan memperbaikinya
agar kita benar-benar mi’raj kepada Allah SWT. Wallahu A’lam Bish-shawwab
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
Tidak ada komentar:
Posting Komentar