Ghibah dan Namimah
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول
الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Tiada yang berhak memiliki pujian
di alam semesta ini selain Allah Robb, Penguasa dan Pemilik otoritas di alam
semesta ini. Kita haturkan shalawat dan salam kepada Rasul Pembawa rahmat, yang
telah menunaikan tugas risalah, melaksanakan amanat kerasulan membawa umat
manusia ke gerbang kebahagiaan.
Ikhwah yang dicintai
dan disayang Allah…
Relakah kalau Antum jadi sasaran
celaan orang lain?
Maukah Antum kalau kakak atau
adik kandung Antum menjadi buah bibir masyarakat terhadap kekeliruan yang
dilakukannya?
Ridhakah Antum kalau ada orang
membuka aib (cela) diri Antum di depan orang banyak?
Kalau Antum tidak suka itu semua,
semua orang pun tidak menyukainya, iya bukan???
Karena itulah,
Allah swt Yang Maha Sayang kepada hamba-hamba-Nya yang setia beriman,
memperingatkan sejak awal akan bahaya ghibah (menggunjing), membuka aib
seseorang. Peringatan Allah diungkapkan dengan bahasa komunikasi yang sangat
efektif, dengan cara memberikan perumpamaan orang yang menggunjing saudaranya
seperti menyantap daging segar saudaranya yang sudah menjadi mayit itu. Artinya
kalau memakan daging mayit tidak disukai, maka mengapa orang suka membicarakan
keburukan dan aib saudaranya yang jauh dari pengetahuannya.
Akhi
fillah …….
Apa maksud Allah
swt memulai ayat larangan ghibah dengan seruan kepada orang beriman? Apa
artinya Allah mengaitkan perbuatan tercela itu dengan keimanan? Yaa
ayyulladziina aamanuu (wahai orang-orang beriman…). Demikian Allah sangat
sayang dan penih mahabbah menyeru, mengingatkan dan mentaujih kita orang
beriman. Karena Iman dan sifat tercela itu tidak akan mungkin bersatu, ibarat
air dengan minyak, tidak logis muslim apalagi dai mendekati sesuatu yang dicela
Allah swt dan rasul-Nya.
كل المسلم على المسلم حرام دمه وماله
وعرضه (رواه مسلم)
Setiap muslim
terhadap muslim lainnya haram, darahnya, hartanya dan kehormatan dirinya (H.R. Muslim).
Ikhwatul
Ahibbah
……
-semoga
Allah mempererat ukhuwah kita-.
Karena ghibah
merupakan larangan Allah, rambu-rambu pergaulan dengan sesama, lebih jauh lagi
ia merupakan arahan Ilahi bagi orang beriman agar menjauhi sifat tercela itu,
maka pelanggaran terhadap larangan dan peringatan itupun berakibat kepada
kenistaan pelakunya. Dengarkan kisah perjalanan Isra Mi’raj Rasulullah saw yang
sempat diperlihatkan beberapa pemandangan yang mengerikan, untuk lebih
meyakinkan diri dan umatnya terhadap kejadian yang menimpa itu, “Pada malam
perjalanan Isra Mi’raj, aku diperlihatkan orang-orang yang mencakar-cakar
mukanya dengan kuku-kuku tajam mereka, aku bertanya: Wahai Jibril siapa mereka
itu? Jibril a.s menjawab: Mereka adalah orang-orang yang menggunjing orang lain
dan membuka aib (kehormatan) dirinya”. (H.R. Abu Daud dengan sanad yang sangat shahih).
Semoga Allah melindungi kita dari azab dan siksa-Nya.
Meskipun ghibah
bukan merupakan kaba’ir (dosa besar) tetapi ternyata melakukannya menjadi
factor penyebab menimpanya azab kubur kepada pelakunya. Sahabat Jabir berkisah:
Ketika kami bersama dengan Rasulullah saw, kami melewati 2 buah makam, seraya
Rasulullah saw bersabda: Mereka berdua sedang disiksa di kubur mereka, bukan
karena dosa besar yang dilakukannya, tetapi yang satu karena menggunjing orang
lain, sedangkan yang lain tidak bersuci dari kencingnya”.
Karenanya pula
Rasulullah saw memberikan peringatan yang keras, sampai-sampai ia
menyampaikannya dalam sebuah khutbah dengan suara yang menggelegar terdengar
wanita-wanita di rumah mereka, “Wahai orang-orang yang percaya kepada lisannya,
tapi tidak mempercayai hati nuraninya, jangan kalian menggunjing saudaramu
sesama muslim, jangan pula membuka auratnya, karena siapa yang membuka aurat
saudaranya niscaya Allah akan membuka aib dirinya, barang siapa yang Allah buka
aib dirinya, Dia akan mencela dirinya walau di dalam rumahnya” (H.R. Ibnu
Abid-Dunya, Abu Daud dari hadits Abu Burzah dengan sanad yang jayyid).
Ingatlah Akhi
Fillah, bahwa saat Antum melakukan taqwim tarbawi, dan Antum menyentuh
kekurangan-kekurangan akh yang Antum taqwim tersebut, jarak antara proses itu dengan
ghibah sangatlah tipis. Karenanya, sebelum Antum melangkah kepada proses
taqwim, hendaknya membersihkan hati Antum, ikhlaskan niat dan motivasi,
tingkatkan dzikir dan amalan-amalan shalih Antum. Sebab kita harus merasa
khawatir akan terjerumus kepada perbuatan ghibah, sebagaimana sering
dikhawatirkan para Salafus-Shalih.
Ibnu Abbas
menyerukan, “Siapa yang berkeinginan menyebut aib temannya, maka sebutkanlah
terlebih dahulu menyebut aib dirinya”. Abu Hurairah pun berkata, “Sungguh
mengherankan, ada orang dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya, tetapi
tidak dapat melihat kotoran besar di matanya sendiri. Sebagaimana al-Hasan
menegaskan, “Ikhwah fillah, Antum tidak akan memperoleh lezat dan esensi iman,
sampai Antum mampu tidak membuka aib temanmu dengan sebuah aib yang ada pada
diri Antum, sampai Antum juga mampu memperbaiki aib itu dimulai dari dirimu.
Jika itu dapat Antum lakukan, niscaya Antum akan terbiasa menyibukkan diri
dengan perbaikan diri Antum, dan hal itu yang disukai Allah”.
Ikhwani –hafizhakumullah
fi tha’atih-
(semoga Allah memelihara Antum dalam ketaatan kepada-Nya).
Adalah bukti kasih saying Rasul qudwah kita,
ketika memberikan arahan tentang bahaya lisan, bahwa kesempurnaan Islam
seseorang dilihat dari kebersihan lisan dan tangannya dari bentuk-bentuk
gangguan terhadap saudaranya:
المسلم من سلم
المسلمون من لسانه ويده (رواه مسلم)
"Orang muslim
adalah yang orang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya" (H.R. Muslim).
Di antara bentuk
gangguan lisan itu adalah “namimah” (‘mengadu domba’), seseorang berkata kepada
kawannya, bahwa si Fulan telah mengatakan sesuatu tentang dirimu. Sehingga hal
tersebut membuat kawannya marah dan tidak suka kepada si Fulan itu.
Namun bentuk
namimah tidak sebatas provokasi, tetapi menyebarkan rahasia seseorang juga
termasuk namimah, atau memberitahukan orang sesuatu yang tidak disukainya.
Kondisi seperti ini hendaknya disikapi dengan sikap yang bijak, yakni tidak
menambah penyebaran berita itu, tetapi sebaiknya ia mendiamkan, kecuali
pemberitaan sesuatu yang ada manfaat dan maslahatnya bagi muslim atau untuk mencegah
bahayanya.
Ikhwah
fillah
yang menyayangi dan disayangi Allah.
Ketahuilah,
bahwa setiap yang dilarang dalam Islam, memberikan manfaat besar bagi muslim,
baik dalam kehidupan individu maupun kehidupan masyarakat. Ternyata bahaya
namimah tidak hanya untuk pribadi pelakunya, tetapi dapat memberikan dampak
yang sangat luas dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Karenanya Allah
swt dan Rasul-Nya memberikan ancaman-ancaman berat bagi para pelaku namimah:
1. وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ ﴿١٠﴾ هَمَّازٍ
مَّشَّاءٍ بِنَمِيمٍ ﴿١١﴾
“Jangan kamu
taati orang-orang yang mendustakan agama….(yaitu) yang banyak mencela, yang kian
kemari menghambur fitnah” (Q.S. Al-Qalam: 10 &11).
2.
وَيْلٌ
لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
“Neraka wail
bagi pengumpat atau penyebar fitnah dan pencela” (Q.S. Al-Humazah: 1).
3.
أَغْنَىٰ
عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ ﴿٢﴾ سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ ﴿٣﴾ وَامْرَأَتُهُ
حَمَّالَةَ الْحَطَبِ ﴿٤﴾
“…akan masuk
neraka…….pembawa kayu bakar” (Q.S. Al-Masad: 2-4), si pembawa kayu bakar itu
dahulunya orang yang menyebarkan fitnah. Sebagaimana 2 wanita yang berkhianat
kepada suaminya yang Nabi itu, mereka adalah wanita-wanita yang menyebarkan
fitnah dan aib suaminya yang salih-salih itu (baca surat at-Tahrim).
4. “Tidak
akan masuk surga orang yang melakukan namimah” (H.R. Imam Bukhari Muslim).
5. “Orang
yang paling dicintai Allah adalah orang-orang yang berupaya melakukan ta’lif
(menjadi golongan perekat), sedangkan yang paling dibenci Allah adalah
orang-orang yang menyebar fitnah, yang memecah persatuan saudaranya,
mencari-cari kesalahan orang shalih” (H.R. Imam Thabrani).
6. “Maukah
kalian aku beritahu orang yang paling buruk di antara kalian? Dia adalah orang
yang berjalan berkeliling melakukan namimah, merusak persaudaraan orang-orang
yang saling bercinta dan yang mencari kesalahan orang” (H.R. Ahmad).
Ikhwan
fillah…
Setiap kita
pasti tidak suka difitnah, sebagaimana kita juga tidak suka ayah atau ibu atau
saudara kita mendapat fitnah; karena itulah orang lain juga tidak senang
difitnah dan dibicarakan aib diri mereka.
Untuk itu setiap
ada berita kita dengar atau lihat, hendaknya diklarifikasi di-tabayyun, jika
tidak, maka akan berakibat fatal. Tadabburi pesan Allah swt:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا
قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ ﴿٦﴾
Artinya
: “Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq dengan membawa
sebuah berita, hendaknya diklarifikasi (tabayyun), karena khawatir menimpa
suatu kaum dengan cara yang ‘bodoh’ yang akan mengakibatkan kalian menyesal. (Q.S. Al-Hujurat:
6)
Yakinlah, bahwa
bimbingan dan arahan Allah dan Rasul-Nya pasti memberikan pencerahan dan
kesejahteraan hidup, pada kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan hidup
bernegara serta kebaikan bagi peradaban manusia. Wallahu A’lam.
أَقُوْلُ
قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة
الله وبركاته
Tidak ada komentar:
Posting Komentar