السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله، الحمد لله،
والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن تبع هداه ووالاه، أما بعد:
Puja puji hanya milik Allah Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga
dicurahkan kepada Pemimpin, teladan, imam para dai Nabi Muhammad saw.
Ikhwah fillah….
Doa dan harap kita kepada Allah
swt, semoga kita selalu diberikan curahan rahmat dan inayah-Nya serta kesabaran
dalam menapaki jalan dakwah yang begitu panjang dan penuh dengan berbagai
rintangan dan hambatan, hanya ridha-Nya yang senantiasa kita harapkan selama
kita juga ridha dengan kewajiban dakwah ini, tulus ikhlas dalam menjalankannya,
senang terhadap tugas-tugas yang kita emban.
Ikhwah fillah, semoga Allah selalu menjaga kebersihan hati
kita.
Bukankah Allah swt telah memilih
kita sebagai pengemban amanah dakwah Islam dalam sebuah gerakan Islam yang
menginternasional? Allah memberikan kepercayaan kepada kita untuk meneruskan
risalah para nabi, khususnya misi dan ajaran Nabi Muhammad saw. Suatu
penghargaan besar dari Allah swt yang telah mentakdirkan kita menjadi
hamba-hamba-Nya yang dapat berhimpun dalam gerakan dakwah ini; sebab jika kita
hormati penghargaan Ilahi ini, kita respon positif amanat tersebut, insya
Allah, hasil dan dampaknya tak akan sia-sia, kemuliaan dunia akhirat akan
diberikan sesuai dengan janji Allah swt :
¼ إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا
اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا
تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
﴿٣٠﴾ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ
فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ ﴿٣١﴾ نُزُلًا
مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ ﴿٣٢﴾ وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ
وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿٣٣﴾
Sesungguhnya yang berikrar Robb kami adalah
Allah, kemudian beristiqamah, niscaya para
Malaikat turun (membawa berita),
jangan kalian merasa takut dan sedih, bergembiralah dengan syurga yang
dijanjikan. Kami
adalah pelindung kalian dalam kehidupan dunia dan di akhirat kelak, di sana
bagi kalian apa yang diinginkan dan yang diminta. Yang diturunkan dari Yang
Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Siapakah yang lebih baik perkataannya dari
orang yang berdakwah ke jalan Allah dan beramal shalih serta berkata
sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (Q.S. Fushilat:30-33)
Ikhwah fillah, semoga Allah senantiasa memberkahi
persaudaraan kita.
Penghargaan Allah terhadap kita
tersebut bukan untuk dibanggakan, lalu merasa tinggi hati, apalagi ujub
–na’udzubillah min dzalik- terhadap diri dan menyombongkan diri dengan
meremehkan orang lain. semua itu perbuatan terlarang, bahkan tidak pantas
rasanya seorang yang diberikan kemuliaan sebagai da’i melakukan sikap dan
perbuatan itu.
Lebih dari pada itu –ikhwani-
sikap dan perilaku sombong, serta merasa tinggi hati mengakibatkan kerusakan
struktur hubungan antara sesama. Bayangkan! Jika manusia saling merendahkan dan
meremehkan yang satu dengan yang lainnya.
Tidak saling hormat, tidak ada kewibawaan, tidak ada trust (saling tsiqah),
tidak ada etika, tidak menghormati tata susila, apa jadinya kehidupan ini jika
itu yang terjadi?.
Apa gerangan yang membuat
seseorang menjadi sombong, merasa tinggi, merasa lebih hebat dari orang lain???
Ilmu yang dimilikinya? Tidak ada
yang harus dibanggakan dari ilmu yang kita miliki. Ilmu itu pada hakikatnya
milik Allah, Dia mengajarkan kepada kita sedikit dari ilmu-Nya, maka justru
ilmu itulah yang seharusnya memberikan rasa takut kepada Allah :
( إنما يخشى
اللهَ من عباده العلماءُ )
Artinya : Sesungguhnya
yang paling takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah para ulama.
Atau seseorang bangga dan merasa
tinggi hati karena amal-amal dan aktivitas ibadahnya yang begitu banyaknya???
Bukankah seharusnya semakin tinggi keimanan seseorang dan ketaqwaannya, semakin
ia merendahkan hatinya, baik ke hadirat Allah swt, maupun kepada manusia (Adzillatin ‘alal Mu’minin a’izzatin ‘alal
kafirin), rendah hati di hadapan orang beriman dan tegas di hadapan orang
kafir. Nabi Muhammad saw saja sebagai khoiru khalqillah (sebaik-baik makhluk
Allah) dan orang yang paling taqwa dari umatnya, masih dipesankan Allah swt dalam firman-Nya:
وَاخْفِضْ
جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya : Rendahkanlah hatimu kepada pengikutmu
orang-orang mukminin (QS
asy-Syu’ara: 215).
Bahkan merasa lebih banyak
amalnya, lebih tinggi kedudukannya di dalam gerakan dakwah karena merasa lebih
dulu aktif dan lebih senior, akan membuat dirinya lebih hina dan lebih buruk
dalam pandangan Allah swt. Simaklah pesan-pesan teladan kita Nabi Muhammad saw:
إذا سمعتم الرجل يقول هلك الناس هو أهلكهم (رواه مسلم)
Artinya : Jika kamu mendengar seseorang berkata “semua orang rusak”, maka dialah
orang yang paling rusak (HR Muslim)
كفى بالمرء شرا أن يحقر أخاه المسلم (رواه مسلم)
Artinya : Cukuplah
keburukan seseorang, karena ia menghina saudaranya sesama muslim (HR Muslim).
Atau ada seseorang yang sombong
hanya lantaran keturunan dan keluarga besarnya? La haula wala quwwata illa
Billah, renungkan kisah Nabi Muhammad tentang 2 orang yang bertikai lantaran
saling berbangga dengan kehormatan keluarga besar dan keturunannya.
Yang satu
berkata kepada kawannya,
” Tahukah kamu siapa aku, aku ini adalah anak
keturunan si Fulan, sedangkan kamu seorang anak yang tak punya ibu!” Lalu Nabi
mengingatkan seraya bersabda;
” Ada 2 orang yang saling berbangga dengan
keturunannya di hadapan Nabi Musa a.s. Salah seorang mereka berkata;
“ Aku adalah
anak keturunan si Fulan bin Fulan ”, ia sebutkan sampai 9 keturunan. Kemudian
Allah mewahyukan kepada Nabi Musa,
“ Katakanlah wahai Musa kepada orang yang
berbangga tersebut, 9 keturunanmu itu adalah ahli neraka dan engkau yang
kesepuluhnya (Riwayat Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid al-Musnad dengan sanad
yang sahih, dan Imam meriwayatkannya mauquf pada Muadz dengan kisah Musa saja).
Nabi Muhammad saw juga
mengingatkan dalam sebuah hadits,
“Seorang yang berbangga dengan keturunannya,
sungguh ia menjadi arang api neraka, atau lebih rendah dari hewan yang
bermain-main di kotoran sampah” (HR Abu Daud dan Tirmidzi, beliau meng-hasan-kan
hadits ini).
Ikhwah fillah, semoga
Allah senantiasa menjaga dalam ketaatan kepada Allah.
Salah satu fikrah dakwah kita
adalah “Salafiyah” yang menuntut kita untuk meneladani pendahulu kita
yang shalih dalam sifat rendah hati mereka. Tidak ada yang merasa lebih hebat
betapapun tinggi ilmu yang mereka miliki. Mereka tidak merasa lebih senior
betapapun mereka lebih dahulu berbuat dan aktivitas jihad mereka lebih banyak.
Kepemimpinan Nabi Muhammad saw
memberikan keteladanan kepada umatnya dalam sikap tawadhu’, sebagaimana berita
yang diriwayatkan Anas bin Malik, ia berkata,
“Meskipun (kita tahu) bahwa
para sahabat adalah orang yang paling cinta kepada Rasulullah, namun mereka
tidak pernah berdiri menyambut kedatangan Rasulullah saw, karena mereka tahu
bahwa hal itu tidak disenangi Nabi saw” (HR Tirmidzi, hadits hasan).
Aduhai… siapa yang tidak mengenal
Abdur-Rahman bin Auf yang sangat disegani di kalangan kaumnya. Namun kepiawaian
dan kesenioran beliau tidak membuat dirinya tinggi hati sampai kepada
pelayannya sekalipun, hal itu dikisahkan oleh sahabat Abu Darda’,
“…..Abdur-Rahman
bin Auf sulit dibedakan dengan pelayannya, karena tidak nampak perbedaan mereka
dalam bentuk lahiriyahnya”. Duduk sama rendah berdiri sama tinggi,
kira-kira peribahasa itulah yang digunakan.
Demikian pula kehebatan Imam Hasan
Basri dalam ilmu agama tidak memperdayakan dirinya menjadi seorang yang ‘sok’
atau merasa lebih hebat di hadapan teman-temannya. Suatu saat Hasan Basri
berjalan dengan beberapa orang, orang-orang itu berjalan pada posisi di
belakang Hasan Basri, maka Hasan Bashripun mencegah mereka (melakukan itu),
seraya berkata,
“Tidak benar hal ini dilakukan setiap hamba Allah?”.
Sosok tabiin seperti Abu Sofyan
ats-Tsauri ternyata juga benar-benar teruji sifat tawadhunya. Saat beliau
berkunjung ke Ramallah (di Palestina), Ibrahim bin Ad-ham mengutus seseorang
kepada Sofyan untuk meminta agar ia datang bersinggah ke rumahnya, seraya
berkata,
“Wahai Sofyan kemarilah untuk berbincang-bincang”.
Sofyan pun
mendatangi Adham. Ketika Adham ditegur seseorang
“Mengapa kamu berbuat
demikian”.
Adham menjawab
“Saya ingin menguji ke-tawadhu’-annya”.
Demikian pula jabatan dan kedudukan tidak layak
dijadikan alasan untuk berbangga diri apalagi mengusungkan dada “akulah orang
besar”. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa Umar bin Abdul Aziz ra
kedatangan seorang tamu saat ia sedang menulis, saat lampu padam karena terjatuh,
sang tamupun berkata: Biarkan aku ambil lampu itu untuk aku perbaiki! Umar Sang
Khalifah berkata: Tidak mulia seseorang yang menjadikan tamunya sebagai
pelayan. Tamu itu berkata lagi, “Atau saya minta bantuan anak-anak”. Umar
Amirul Mukminin berkata: Mereka baru saja tidur (jangan ganggu mereka)”.
Kemudian Sang Khalifah pun beranjak dari tempat duduknya untuk mengambil lampu
itu dan memperbaikinya sendiri. Tamu itu terheran-heran seraya berseru, “Wahai
Amiril Mukminin, engkau melakukannya itu sendiri? Amiril Mukminin berkata, “Saat
saya pergi saya adalah Umar, saat saya kembali pun saya adalah Umar, tidak kurang sedikit pun
dari saya sebagai Umar. Sebaik-baik manusia adalah yang tawadhu di sisi Allah
swt”. Subhanallah……
Ikhwah fillah, ...
Orang-orang yang berhimpun dalam mahabbah dan keridhaan Allah sejatinya mengenyahkan sifat sombong, ‘sok’,
senioritas apalagi figuritas. Hiasilah diri Antum dengan tawadhu’, rendah hati,
selalu merasa memerlukan tambahan ilmu, pengalaman dan merasa saling butuh
dengan sesama ikhwah lainnya.
Akhirnya,
ikhwah fillah terimalah taujih Rabbani ini :
وَلَا
تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن
تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا ﴿٣٧﴾ كُلُّ ذَٰلِكَ كَانَ
سَيِّئُهُ عِندَ رَبِّكَ مَكْرُوهًا ﴿٣٨﴾
Artinya : "Dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai
setinggi gunung. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu (Q.S. ِِAl-Isra: 37-38).
Wallahu
A’lam
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُوْا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ - والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Tidak ada komentar:
Posting Komentar