Kamis, 28 Agustus 2014

SEJARAH MASJID AGUNG BANTEN


Masjid Agung Banten dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Banten yang juga putra pertama Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon. Menjadikan Masjid Agung Banten Menjadi salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia.

ARSITEKTUR MASJID AGUNG BANTEN
 
 
 
Masjid memiliki pintu masuk berjumlah enam buah menggambarkan rukun iman. Pintu masuk sengaja dibuat pendek untuk memaksa pengunjung merunduk sebagai simbol ketundukan kepada sang pencipta. Tiang masjid terdiri dari 24 buah sebagai simbol waktu yang ditetapkan Tuhan, yakni 24 jam.
Atap
Masjid Agung Banten sejak awalnya beratap tumpuk lima, namun pada abad ke-17 pernah diubah menjadi tiga. Hal demikian dimungkinkan karena dua atap teratas sebenarnya hanya atap tambahan yang ditopang tiang pusat yang bila dihilangkan tidak mengganggu konstruksi di bawahnya. Dua tumpukan atap paling atas itu tampak lebih berfungsi sebagai mahkota dibanding sebagai atap penutup ruang bagian dalam bangunan.
Menara
Elemen menarik lainnya adalah menara segi delapan di sebelah timur masjid, sebagaimana di uraikan di awal tulisan ini.  Menara berkonstruksi batu bata setinggi kurang lebih 24 meter ini dulunya berfungsi sebagai menara pandang/ pengamat ke lepas pantai dan juga digunakan untuk menyimpan senjata dan amunisi pasukan Banten. Semua berita Belanda tentang Banten hampir selalu menyebutkan menara tersebut, membuktikan menara itu selalu menarik perhatian pengunjung Kota Banten masa lampau.
Menara Masjid Agung Banten
Pengunjung dapat mencapai ujung menara, dengan melewati 83 anak tangga dan melewati lorong yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Dari atas menara, pengunjung dapat melihat pemandangan di sekitar masjid dan perairan lepas pantai, karena jarak antara menara dengan laut hanya sekitar 1,5 km.

Menara berbentuk segi delapan itu mengingatkan pada bentuk mercusuar, khususnya mercu Belanda. Mercusuar buatan Belanda lainnya yang memiliki kemiripan dengan menara Masjid Agung Banten adalah Mercusuar di Anyer sebelah barat Serang dari abad ke-19. Bentuk tersebut lazim ditemukan di Negeri Belanda, seperti segi delapan, pintu lengkung bagian atas, konstruksi tangga melingkar seperti spiral, dan kepalanya memiliki dua tingkat.
 
Tiyamah
Di sisi selatan masjid terdapat bangunan bertingkat bergaya rumah Belanda kontemporer yang disebut tiyamah (paviliun) rancangan Hendrik Lucasz Cardeel (pangeran Wiraguna). Dulunya menjadi tempat pertemuan penting. Saat ini, bangunan dua tingkat dan masing-masing memiliki tiga ruang besar tersebut difungsikan sebagai museum benda peninggalan, khususnya alat perang. Langgam Eropa sangat jelas pada bangunan itu, terutama pada jendela besar di tingkat atas. Jendela itu dimaksudkan memasukkan sebanyak mungkin cahaya dan udara.
Umpak Batu
Elemen unik lainnya dari masjid agung Banten adalah adanya umpak dari batu andesit berbentuk labu berukuran besar dan beragam pada setiap dasar tiang masjid. Yang berukuran paling besar dengan garis labu yang paling banyak adalah umpak pada empat tiang saka guru di tengah-tengah ruang shalat. Ukuran umpak besar ini tidak akan kita temui di sepanjang Pulau Jawa, kecuali di bekas reruntuhan salah satu masjid Kasultanan Mataram di Plered, Yogyakarta.
Mimbar Khutbah Jum’at
Mimbar Khotbah Jum'at
Terdapat mimbar Tempat khotbah yang besar dan antik penuh hiasan dan warna wakaf Nyai Haji Irad Jonjang Serang pada tanggal 23 Syawal 1323 Hijriyah (1903 M) sebagaimana tertulis dalam huruf Arab gundul pada penampil lengkung bagian atas muka mimbar. Berbeda dari mimbarnya yang menarik perhatian, mihrabnya (tempat imam memimpin shalat) yang berbentuk ceruk justru sangat kecil, sempit dan sederhana. Ini sangat berbeda dari mihrab yang berkembang pada masjid di belahan dunia lain.
Pendopo
Pendopo dan kolam untuk wudu di sebelah timur melengkapi karakteristik masjid Jawa umumnya. Tiang pendopo yang dibangun pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf itu juga menggunakan umpak batu labu dengan bentuk bangunan dan teknik konstruksi tradisional Jawa.
Jam Matahari
Pada bagian depan masjid terdapat alat pengukur waktu shalat yang berbentuk lingkaran, dengan bagian atas berbentuk seperti kubah. Ada bagian atas kubahnya ditancapkan kawat berbentuk lidi. Melalui bayangan dari kawat itulah dapat diketahui kapan waktu shalat tiba.

 
TRADISI DI MASJID AGUNG BANTEN
Jumlah peziarah ke Masjid Agung Banten mencapai puncaknya pada bulan Syawal, Haji, Maulud, Rajab dan Ruwah. Sementara setiap hari Kamis, Jumat dan Minggu juga menjadi hari pilihan bagi para peziarah untuk mengunjungi Masjid Banten. Ada juga waktu yang paling ramai yaitu malam Jum’at ketika malam 14 bulan purnama. “Mereka percaya malam Jumat tanggal 14 bulan purnama adalah waktu di mana para auliya’ berkumpul dan bermusyawarah sehingga dikeramatkan, dan bila berziarah pada tanggal itu doanya mustajabah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar